sinopsis dan review film - film terbaik

THE DESCENT [2005]

Menonton “The Descent” adalah pengalaman horror yang membuat jantung berirama tak karuan. Saya sudah lama tidak menonton film horror dengan impact sebesar ini. “The Descent” menawarkan kejutan yang menegangkan hingga kuat menancap dalam raga. Dari satu adegan mendebarkan, efeknya tidak lantas hilang hingga adegan berikutnya. Sebelum saya berhasil menghirup nafas dalam-dalam, “The Descent” seolah tidak mau berhenti menakut-nakuti saya.

Teror dimulai ketika Sarah (Shauna Macdonald) dan Beth (Alex Reid) menuju Amerika untuk reuni dengan kawan lama. Acara tersebut dapat dibilang sebagai obat sedih bagi Sarah, sebab setahun sebelumnya ia kehilangan suami dan putrinya. Sesampai di Amerika, mereka berdua berkumpul dalam kabin. Di sana ada Juno (Natalie Mendoza), Sam (Myanna Buring), Rebecca (Saskia Mulder), dan anggota baru, Holly (Nora-Jane Noone).

Sarah dan lainnya, selain Holly, adalah sahabat lama dan pecinta alam. Mereka kerap menaklukkan tempat-tempat ekstrim. Kali ini, dengan dipandu Juno, mereka akan menjelajahi gua. Juno tahu gua yang dituju masihlah belum terjamah manusia. Ia bahkan tidak butuh buku panduan. Tapi anggota yang lain hanya mengikuti pendapatnya. Inilah yang disebut bencana!

Lokasi gua berhasil dideteksi. Keenam orang telah berhasil masuk. Ketakutan berawal ketika jalan sempit menuju gua tiba-tiba runtuh. Sudah barang tentu, misi mereka berikutnya adalah mencari jalan keluar. Sial, tali yang mereka bawa malah tertinggal dan tertimpa reruntuhan.
Mungkin cukup sampai di sini saja saya menuliskan sinopsis. Kejutan yang sesungguhnya dimulai setelah sinopsis pada paragraf di atas. Seperti dalam aktivitas caving, hal yang sering terlintas dalam pikiran adalah tempat yang gelap dan sesak. “The Descent” dengan sukses menghadirkan rasa claustrophobic yang sangat kuat dan pekat. Rasa sesak tersebut benar-benar bisa saya rasakan. Saya hampir tidak pernah menemukan film berefek sekuat ini selain “The Descent.”

Saya membaca informasi, bahwa gua yang menjadi latarnya adalah artificial. Meski begitu, atmosfir dark  yang dihasilkan begitu kuat sehingga terlihat sangat nyata. Saya terkecoh, di samping terkesan akan kemampuan tata artistiknya yang menjadi poin utama di sini. Selain latar, penggunaan warna cahaya untuk beberapa ruang dalam gua juga memberi nilai artistik tinggi.

“The Descent” bukanlah semata horror tak berotak yang hanya berani pamer scare jump. Ini adalah horror dengan nilai artistik sangat tinggi. Bahkan sedari posternya, di sana Anda akan melihat keenam karakter yang tertata menyerupai tengkorak. Sangat indah. Poster ini terinspirasi dari potret pelukis ternama, Salvador Dalíkarya Philippe Halsman berjudul “Salvador Dalí in Voluptate Mors.”

Bukan tanpa scare jump film arahan Neil Marshall ini. Ya, film ini punya banyak sekali scare jump. Generik memang. Tapi Neil Marshall memiliki trik jitu dalam menempatkannya sehingga tidak terkesan murahan. Sangat efektif. Semua kembali pada bagaimana meletakkannya pada timing yang tepat. Penetapan yang sesuai, akan menghasilkan cita rasa seram yang sesungguhnya.

Film yang naskahnya ditulis sendiri oleh Marshall ini banyak dipenuhi momen breathtaking. Saya memang tidak phobia dengan kegelapan, tapi “The Descent” mampu meruntuhkan pendapat itu. Sisi menarik yang dimiliki film ini sebenarnya bukan pada latar yang dibangun, melainkan pemilihan karakter.

Saya salut dengan Neil Marshall dengan keputusannya hanya menggunakan tokoh wanita. Jarang atau hampir tak ada film slasher memakai treatment seperti ini. Menurut pendapat saya, Marshall berani dalam memberi apresiasi besar terhadap wanita. Ia menggambarkan wanita-wanita sebagai sosok-sosok yang tangguh yang setara dengan pria. Di sini saya paling suka dengan karakter Juno yang badass. Singkatnya, saya suka dengan feminism yang ia tawarkan.

Tiada film yang tak memiliki weak point; begitu juga “The Descent.” Umumnya dalam film slasher, survivor mudah dideteksi dari penokohannya. Siapa yang menjadi leading character, ialah yang tersisa hingga akhir. Namun pengertian ‘tersisa,’ tidak lantas juga membuat karakter menjadi pemenang. Saya ingin abaikan fakta tersebut. Bagi saya, “The Descent” bicara soal kepuasan. Saya puas dengan film ini. Menikmatinya hingga teror terakhir.
Share this article :
+
Previous
Next Post »