sinopsis dan review film - film terbaik

A FISH CALLED WANDA [1988]

“Pada tahun 1989, seorang pria Denmark bernama Ole Bentzen tertawa terbahak-bahak hingga tidak bisa berhenti. Akibatnya, detak jantungnya meningkat tajam dan menyebabkan serangan jantung. Nyawanya tidak tertolong.” Tulisan ini adalah intisari dari sebuah sumber yang banyak tersebar di internet. Ini peristiwa nyata. Apa yang membuatnya tertawa terbahak-bahak? Menonton film berjudul “A Fish Called Wanda.” Benarkah selucu itu?

Sudah lama saya membaca informasi tersebut. Ada perasaan was-was di saat saya juga akan melakukan hal yang sama. Jujur saya, saya takut tertawa hingga tidak bisa terhenti seperti yang pria Denmark itu alami. Beberapa film telah berhasil membuat saya tertawa girang dibuatnya. Sebagian sampai membuat saya menangis bahkan rahang yang lelah.
“A Fish Called Wanda” bercerita seputar grup perampok di Kota London. Dipimpin oleh George Thomason (Tom Georgeson), ia merencanakan untuk merampok berlian di bank senilai 20 juta Pound. Dalam kepemimpinannya, ia memiliki asisten sekaligus kekasih yang bernama Wanda (Jamie Lee Curtis); seorang Amerika. Dan juga Ken (Michael Palin); si gagap yang sangat mencintai hewan. 

Untuk memuluskan rencana, Wanda mengajak saudaranya yang bernama Otto (Kevin Kline). Otto memiliki karakterisasi yang kuat. Ia sentimen dengan dengan segala hal berbau Inggris (Anglophobia). Bicaranya bak seorang filsuf pemuja Friedrich Nietzsche. Otto juga pribadi yang pencemburu dan amat benci jika dipanggil “bodoh.”

Di film ini, Otto bisa dibilang tokoh yang paling kaya akan karakterisasi. Fungsinya vital sebagai salah satu trio yang akan meramaikan alur film. Setelah perampokan berhasil dijalankan, kita akan mengetahui jika Wanda dan Otto berkonspirasi dalam kelompok ini. Mereka bersekongkol untuk menguasai berlian dan menjebak George dalam penjara. Apes! Sebelum mereka mendapatkannya, George terlebih dahulu mengamankannya.

Tinggal saya sebutkan satu lagi karakter yang akan menjadi pemanis di sini. Archie (John Cleese) namanya; seorang pengacara. Kali ini Archie ditunjuk sebagai pembela dan orang kepercayaan George. Apa pun yang terjadi, George harus keluar dari penjara. Masalahnya ada seorang nenek tua yang menjadi saksi perampokannya. Nenek itu harus dilenyapkan. Ken yang gagap dan polos diutus untuk misi ini.

Rahasia di mana berlian hanya ada pada George dan Ken. Tapi Wanda menduga jika Archie juga mengetahuinya. Didekati dan dirayunya Archie. Seorang ayah dan suami yang baik seperti Archie, dengan mudahnya jatuh ke tangan si cantik Wanda. Film berjalan semakin menarik ketika interaksi antar karakter disibukkan dengan tugas masing-masing.

“A Fish Called Wanda” disutradarai oleh Charles Crichton dan naskah oleh Cleese sendiri. Kekuatan dari film ini ada pada penokohan yang kuat. Semua dihadirkan berimbang menciptakan peranan dengan chemistry yang solid. Tidak ada karakter yang terbuang di sini. Naskah tulisan John Cleese berhasil menjembatani dinamika yang terjadi antar karakter. Konfliknya sederhana menurut saya. Efek beruntun yang menjadi rantai penghubung tiap karakter adalah nyawa dari film ini.
Komedi yang ditawarkan bukanlah berupa joke, melainkan komedi fisik. Saya pikir ini adalah komedi khas British. Komedi fisik memang lebih dekat pada suguhan brainless. Saya katakan demikian, karena untuk memancing tawa, tak perlu menyiapkan lelucon yang brilian. Cukup dengan aktor berperan bodoh dan konyol, penonton sukarela akan menertawainya. Berbeda dengan “A Fish Called Wanda,” ia terlihat cerdas karena karakterisasi yang begitu hidup.   

Indonesia dan sebagian besar negara Asia dan Eropa memiliki selera humor yang hampir sama. Kita sama-sama menyukai slapstick yang mudah dicerna. Kelebihan dari komedi jenis ini adalah pada penuturannya dengan bahasa yang universal. Sedangkan joke yang terkadang kultural, lebih kepada segmen tertentu. 

“A Fish Called Wanda” berhasil membuat saya terpingkal-pingkal. Tenang, saya masih bisa mengendalikannya. Saya yakin Anda semua dengan mudah akan menikmati leluconnya. Maka jawaban dari saya dalam akhir paragraf pertama di atas adalah “ya!”         
Share this article :
+
Previous
Next Post »