Oleh: Rio Johan (Rijon)Sutradara: Andreas Öhman
Pemain: Bill Skarsgård, Martin Wallström, Cecilia Forss, Sofie Hamilton, Susanne Thorson, Kristoffer Berglund, Jimmi Edlund, Per Andersson, Lotta Tejle, Ingmar Virta, Linda Skogh, Petra Nylander, Sanne Mikaelsdotter, Siri Hjorton-Wagner, Anna Westin
Tahun Rilis: 2010
Judul Internasional: Simple Simon
Kalau kandidat Best Foreign Language dari Swedia ini bisa dikategorikan sebagai romantic comedy, maka ini lah romcom yang bagi saya paling manis dari 2010 silam. Simple Simon termasuk komedi yang renyah, tapi berani, tapi tidak menghakimi. Tidak hanya terhadap materinya, tapi juga filmnya sendiri. Tapi yang paling menarik dari Simple Simon adalah cara Andreas Öhman menyulap Sindrom Asperger menjadi sebuah komedi yang sangat menawan.
Simon (Bill Skarsgård) merupakan penderita Sindrom Asperger. Sindrom ini semacam autisme di mana penderitanya mengalami kesulitan komunikasi, kesulitan emosional, keseulitan sosialisasi, juga kesulitan persepsi. Sekalipun penderita sindrom ini biasanya ber-IQ di atas rata-rata, cenderung tinggi. Penderita sindrom ini juga cenderung terobsesi dengan sebuah minat, dan menekuni minat tersebut dengan sangat mendetil.
Itulah yang Simon. Simon sangat menyukai hal-hal yang berbau luar angkasa. Alasannya, karena menurut Simon luar angkasa itu hampa – kosong tak beremosi. Simon mempunyai sebuah tong yang dianggapnya sebagai roket luar angkasa. Kerap kali Simon merasa terguncang, gugup, atau terganggu, Simon mengurung diri di dalam roketnya itu dan mulai berimajinasi seolah-olah dirinya sedang berada di luar angkasa. Bahkan film ini dibuka dengan adegan luar angkasa hasil imajinasi Simon, yang kemudian dilanjutkan dengan teriakan ibunya yang memaksanya keluar dari dalam tong.
Simon juga sangat menyukai film-film tentang luar angkasa. Pun Simon terobsesi dengan bentuk-bentuk lingkaran, dan cenderung membenci bentuk-bentuk bersegi – simon benci segitiga. Sarapan roti persegi yang dimakan Simon setiap hari harus dipotong menjadi lingkaran, lengkap dengan keju-kejunya.
Simon sangat teliti untuk urusan waktu. Simon punya papan jadual berbentuk lingkaran yang siap diputar sesuai hari. Simon punya menu tetap per hari yang tidak boleh diganti – semua menunya itu pun berbentuk bundar. Simon selalu mematuhi tuntutan jadual yang sudah melekat di kepalanya. Simon punya jam yang selalu menempel di lengannya – dibeberapa adegan dianimasikan. Bahkan Simon tidak pernah mau terlambat satu menit pun. Bagi Simon, waktu berpengaruh besar terhadap harmoni hidupnya. Kacau sedikit saja jadualnya, kacau pula Simon.
Untuk urusan akademik, Simon termasuk di atas rata-rata – bahkan jenius. Simon bahkan mampu memperhitungkan tenaga dan kemiringan yang dibutuhkannya untuk memasukkan bola basket ke dalam jaring. Secara ilmiah!
Sebagai penderita Sindrom Asperger, Simon tidak terlalu menangkap bahasa-bahasa non-verbal. Simon tidak paham dengan ironi, dengan sarkasme, atau sekedar kiasan. Seperti yang diucapkan Simon melalui narasinya, dia tidak suka orang yang berkata tidak sesuai dengan kebenarannya. Misalnya, dokter gigi yang selalu bilang “Tidak akan sakit!” tiap kali hendak melakukan pemeriksaan. Sesuai dengan judulnya, Simple Simon, Simon mempunyai pola pikir simple. Simon tidak setuju dengan istilah “time is money,” karena bagi Simon “time is time” dan “money is money.” Begitu pula untuk urusan emosi dan perasaan. Bagi Simon, apabila seseorang sedang senyum, artinya dia bahagia. Apabila sedang murung, artinya sedang tidak bahagia. Sesimple itu. Simon tidak memahami kerumitan emosi manusia, termasuk konsep “tangisan bahagia.” Termasuk juga konsep asmara.
Satu hal lagi: Simon tidak suka disentuh!
Karena merasa tidak nyama tinggal bersama orang tuanya, Simon memutuskan untuk tinggal bersama kakaknya, Sam (Martin Wallström), satu-satunya orang yang dipercayainya. Mula-mula, Simon mampu hidup sesuai dengan jadual yang sudah ditetapkannya. Makan jam sekian sekian. Mandi jam sekian menit sekian. Berlatih drum jam sekian menit sekian. Nonton 2001: A Space Odyssey, yang sudah diulang berkali-kali, juga punya jadual tersendiri. Sam memasak. Simon menyiapkan makanan. Dan Frida, kekasih Sam yang juga tinggal di rumah yang sama, mencuci peralatan makan. Tapi semakin hari Simon semakin menumpuk kebosanan kebosanan Frida (Sofie Hamilton) yang akhirnya berubah menjadi kekesalan. Sampai tiba di batas kesabarannya, Frida memutuskan untuk pergi meninggalkan Sam seorang diri. Hal ini membuat Sam depresi. Dan berdampak juga pada kekacauan jadual Simon.
Untuk mengembalikan harmoni kehidupannya, Simon memutuskan untuk mencari gadis baru bagi Sam – karena Frida bersikukuh tidak mau lagi kembali. Simon membuat angket yang berisi hal-hal kesukaan Sam. Angket tersebut digunakan untuk mengaudisi setiap gadis yang ditemuinya. Sampai akhirinya, pilihan terakhir Simon jatuh pada Jennifer (Cecilia Forss), gadis yang pernah ditamparnya dan selalu dijumpainya di sudut jalan yang sama di waktu yang sama.
Simon pun memutuskan untuk mendekati Jennifer dengan misi membujuknya untuk berkencam bersama Sam. Berbeda dengan Sam yang selalu mematuhi segala jadual Simon, Jennifer justru mengacaukan. Bersama Jennifer, Simon mendapatkan pengalaman-pengalaman yang tidak terduga. Simon melakukan kegiatan-kegiatan di luar jadualnya, bahkan kebiasaannya. Simon merasakan ketidakteraturan hidup manusia. Jennifer memperkenalkan Simon pada spontanitas-spontanitas di luar rutinitas yang selalu dilakukannya. Jennifer bahkan membuat Simon mencicipi Tequila.
Komedi aneh, namun menyenangkan, ini dibawakan dengan sangat cemerlang oleh Bill Skarsgård (anak Stellan Skarsgård) sebagai pemeran utama. Dari sudut mana pun, pada adegan apapun, di film ini Bill Skarsgård sudah benar-benar menunjukkan sisi seorang Simon. Penampilan Martin Wallström sebagai kakak yang protektif dan Cecilia Forss sebagai sosok yang serba spontan dan tidak tertebak juga memberi karisma tersendiri.
Hal menarik lain yang ditawarkan di Simple Simon adalah penggunaan warna-warna celah menyala yang terbilang berani untuk membangun mood penonton. Di beberapa adegan, bermacam-macam warna cerah malah ditabrakkan sekaligus. Dan hasilnya, selain berhasil menekankan kondisi film, juga berhasil memberi suasana komikal yang manis dirasa.
Secara keseluruhan saya memandang Simple Simon sebagai sebuah komedi tentang karakter – Simon. Selain itu, saya juga memandang Simple Simon sebagai film tentang perasaan. Seperti yang dinarasikan Simon di awal-awal: “Tidak ada perasaan di luar angkasa.” Namun di akhir film Simon berkata: “Mungkin ada perasaan di luar angkasa.” Simon belajar tentang manipulasi emosi – bahwa senyum tidak selalu senang dan senang tidak selalu senyum. Bahwa perasaan adalah sesuatu yang rumit dan kompleks, dan sesederhana itu juga sebenarnya pesan yang ada di film ini. Pada akhirnya, film berakhir tidak dengan akhir yang pasti, tapi dengan Simon yang sudah menemukan kembali keseimbangan hidupnya.
Pemain: Bill Skarsgård, Martin Wallström, Cecilia Forss, Sofie Hamilton, Susanne Thorson, Kristoffer Berglund, Jimmi Edlund, Per Andersson, Lotta Tejle, Ingmar Virta, Linda Skogh, Petra Nylander, Sanne Mikaelsdotter, Siri Hjorton-Wagner, Anna Westin
Tahun Rilis: 2010
Judul Internasional: Simple Simon
Kalau kandidat Best Foreign Language dari Swedia ini bisa dikategorikan sebagai romantic comedy, maka ini lah romcom yang bagi saya paling manis dari 2010 silam. Simple Simon termasuk komedi yang renyah, tapi berani, tapi tidak menghakimi. Tidak hanya terhadap materinya, tapi juga filmnya sendiri. Tapi yang paling menarik dari Simple Simon adalah cara Andreas Öhman menyulap Sindrom Asperger menjadi sebuah komedi yang sangat menawan.
Simon (Bill Skarsgård) merupakan penderita Sindrom Asperger. Sindrom ini semacam autisme di mana penderitanya mengalami kesulitan komunikasi, kesulitan emosional, keseulitan sosialisasi, juga kesulitan persepsi. Sekalipun penderita sindrom ini biasanya ber-IQ di atas rata-rata, cenderung tinggi. Penderita sindrom ini juga cenderung terobsesi dengan sebuah minat, dan menekuni minat tersebut dengan sangat mendetil.
Itulah yang Simon. Simon sangat menyukai hal-hal yang berbau luar angkasa. Alasannya, karena menurut Simon luar angkasa itu hampa – kosong tak beremosi. Simon mempunyai sebuah tong yang dianggapnya sebagai roket luar angkasa. Kerap kali Simon merasa terguncang, gugup, atau terganggu, Simon mengurung diri di dalam roketnya itu dan mulai berimajinasi seolah-olah dirinya sedang berada di luar angkasa. Bahkan film ini dibuka dengan adegan luar angkasa hasil imajinasi Simon, yang kemudian dilanjutkan dengan teriakan ibunya yang memaksanya keluar dari dalam tong.
Simon juga sangat menyukai film-film tentang luar angkasa. Pun Simon terobsesi dengan bentuk-bentuk lingkaran, dan cenderung membenci bentuk-bentuk bersegi – simon benci segitiga. Sarapan roti persegi yang dimakan Simon setiap hari harus dipotong menjadi lingkaran, lengkap dengan keju-kejunya.
Simon sangat teliti untuk urusan waktu. Simon punya papan jadual berbentuk lingkaran yang siap diputar sesuai hari. Simon punya menu tetap per hari yang tidak boleh diganti – semua menunya itu pun berbentuk bundar. Simon selalu mematuhi tuntutan jadual yang sudah melekat di kepalanya. Simon punya jam yang selalu menempel di lengannya – dibeberapa adegan dianimasikan. Bahkan Simon tidak pernah mau terlambat satu menit pun. Bagi Simon, waktu berpengaruh besar terhadap harmoni hidupnya. Kacau sedikit saja jadualnya, kacau pula Simon.
Untuk urusan akademik, Simon termasuk di atas rata-rata – bahkan jenius. Simon bahkan mampu memperhitungkan tenaga dan kemiringan yang dibutuhkannya untuk memasukkan bola basket ke dalam jaring. Secara ilmiah!
Sebagai penderita Sindrom Asperger, Simon tidak terlalu menangkap bahasa-bahasa non-verbal. Simon tidak paham dengan ironi, dengan sarkasme, atau sekedar kiasan. Seperti yang diucapkan Simon melalui narasinya, dia tidak suka orang yang berkata tidak sesuai dengan kebenarannya. Misalnya, dokter gigi yang selalu bilang “Tidak akan sakit!” tiap kali hendak melakukan pemeriksaan. Sesuai dengan judulnya, Simple Simon, Simon mempunyai pola pikir simple. Simon tidak setuju dengan istilah “time is money,” karena bagi Simon “time is time” dan “money is money.” Begitu pula untuk urusan emosi dan perasaan. Bagi Simon, apabila seseorang sedang senyum, artinya dia bahagia. Apabila sedang murung, artinya sedang tidak bahagia. Sesimple itu. Simon tidak memahami kerumitan emosi manusia, termasuk konsep “tangisan bahagia.” Termasuk juga konsep asmara.
Satu hal lagi: Simon tidak suka disentuh!
Karena merasa tidak nyama tinggal bersama orang tuanya, Simon memutuskan untuk tinggal bersama kakaknya, Sam (Martin Wallström), satu-satunya orang yang dipercayainya. Mula-mula, Simon mampu hidup sesuai dengan jadual yang sudah ditetapkannya. Makan jam sekian sekian. Mandi jam sekian menit sekian. Berlatih drum jam sekian menit sekian. Nonton 2001: A Space Odyssey, yang sudah diulang berkali-kali, juga punya jadual tersendiri. Sam memasak. Simon menyiapkan makanan. Dan Frida, kekasih Sam yang juga tinggal di rumah yang sama, mencuci peralatan makan. Tapi semakin hari Simon semakin menumpuk kebosanan kebosanan Frida (Sofie Hamilton) yang akhirnya berubah menjadi kekesalan. Sampai tiba di batas kesabarannya, Frida memutuskan untuk pergi meninggalkan Sam seorang diri. Hal ini membuat Sam depresi. Dan berdampak juga pada kekacauan jadual Simon.
Untuk mengembalikan harmoni kehidupannya, Simon memutuskan untuk mencari gadis baru bagi Sam – karena Frida bersikukuh tidak mau lagi kembali. Simon membuat angket yang berisi hal-hal kesukaan Sam. Angket tersebut digunakan untuk mengaudisi setiap gadis yang ditemuinya. Sampai akhirinya, pilihan terakhir Simon jatuh pada Jennifer (Cecilia Forss), gadis yang pernah ditamparnya dan selalu dijumpainya di sudut jalan yang sama di waktu yang sama.
Simon pun memutuskan untuk mendekati Jennifer dengan misi membujuknya untuk berkencam bersama Sam. Berbeda dengan Sam yang selalu mematuhi segala jadual Simon, Jennifer justru mengacaukan. Bersama Jennifer, Simon mendapatkan pengalaman-pengalaman yang tidak terduga. Simon melakukan kegiatan-kegiatan di luar jadualnya, bahkan kebiasaannya. Simon merasakan ketidakteraturan hidup manusia. Jennifer memperkenalkan Simon pada spontanitas-spontanitas di luar rutinitas yang selalu dilakukannya. Jennifer bahkan membuat Simon mencicipi Tequila.
Komedi aneh, namun menyenangkan, ini dibawakan dengan sangat cemerlang oleh Bill Skarsgård (anak Stellan Skarsgård) sebagai pemeran utama. Dari sudut mana pun, pada adegan apapun, di film ini Bill Skarsgård sudah benar-benar menunjukkan sisi seorang Simon. Penampilan Martin Wallström sebagai kakak yang protektif dan Cecilia Forss sebagai sosok yang serba spontan dan tidak tertebak juga memberi karisma tersendiri.
Hal menarik lain yang ditawarkan di Simple Simon adalah penggunaan warna-warna celah menyala yang terbilang berani untuk membangun mood penonton. Di beberapa adegan, bermacam-macam warna cerah malah ditabrakkan sekaligus. Dan hasilnya, selain berhasil menekankan kondisi film, juga berhasil memberi suasana komikal yang manis dirasa.
Secara keseluruhan saya memandang Simple Simon sebagai sebuah komedi tentang karakter – Simon. Selain itu, saya juga memandang Simple Simon sebagai film tentang perasaan. Seperti yang dinarasikan Simon di awal-awal: “Tidak ada perasaan di luar angkasa.” Namun di akhir film Simon berkata: “Mungkin ada perasaan di luar angkasa.” Simon belajar tentang manipulasi emosi – bahwa senyum tidak selalu senang dan senang tidak selalu senyum. Bahwa perasaan adalah sesuatu yang rumit dan kompleks, dan sesederhana itu juga sebenarnya pesan yang ada di film ini. Pada akhirnya, film berakhir tidak dengan akhir yang pasti, tapi dengan Simon yang sudah menemukan kembali keseimbangan hidupnya.