Siapa tidak kenal dengan game “Angry Birds” yang begitu mendunia? Game yang berasal dari Finlandia ini memang berhasil membius jutaan umat untuk memainkannya. Dengan gameplay yang sederhana dilengkapi karakter yang lucu menggemaskan, tidak salah jika “Angry Birds” kemudian dimainkan banyak orang di seluruh dunia.
Saya di sini bukanlah seorang penggemar berat game. Intensitas bermain saya bahkan bisa dihitung dengan jari tiap tahunnya. Laptop saya bersih dari game. Smartphone juga. Meski begitu, sejauh ini tercatat pernah ada tiga gameyang cukup membuat saya sibuk. Dua di antaranya dengan cheat, dan satu lagi bebas cheat.
Bagi seseorang yang tidak bisa dijuluki gamerseperti saya ini, cheat bukanlah masalah besar kan? Tapi tidak dengan “Angry Birds.” Game ini sukses membius saya untuk menghabiskan waktu seharian memainkannya—dan tanpa cheat. Benar-benar luar biasa.
Maka dengan munculnya kabar bilamana “Angry Birds” akan dikonversi ke dalam film dua tahun lalu, cukup menjadi perhatian saya. Pasalnya saya mengenal “Angry Birds” lebih baik dari game lainnya. Lagipula, saya penasaran dengan versi yang akan muncul di film terkait karakter Red, Chuck, dan Bomb. Begitu foto teaser-nya muncul, lumayan mencengangkan. Mereka semua memiliki kaki!
Di “The Angry Birds Movie,” Red yang disuarakan oleh Jason Sudeikis ini sudah pasti tokoh sentralnya. Tinggal di Bird Island, Red dikenal dengan perangainya yang mudah marah. Ia tidak kuasa menahan amarahnya setiap ada yang membuatnya kesal. Tidak heran jika ia dijauhi penduduk sekitarnya dan membangun rumah di pinggir pantai.
Suatu hari karena sebuah kesalahan yang konyol, Red dihukum oleh hakim setempat. Ia kemudian ditempatkan di kelas pengendalian amarah. Kelas tersebut dikepalai oleh Matilda (Maya Rudolph), karakter yang dapat mengeluarkan kembang api dari pantatnya (oops!).
Di kelas itu, Red berteman pula dengan Chuck (Josh Gad), burung pelari seperti Road Runner; Bomb (Danny McBride), yang paling lembut tapi bisa meledak; serta Terence (Sean Penn), yang paling besar, mengerikan, tapi jarang berbicara. Kesemuanya adalah jenis burung yang tidak bisa terbang. Begitu pula semua yang ada di Bird Island. Kecuali Mighty Eagle (Peter Dinklage), elang tua raksasa legendaris yang memilih mengasingkan diri.
Ketenangan di Bird Island seketika pecah lantaran datangnya sebuah kapal berlabuh di sana. Sang kapten yang bernama Leonard (Bill Hader)—berwujud babi hijau dan berjanggut tipis, mengaku datang dengan damai. Leonard yang berasal dari Piggy Island itu jika menawarkan persahabatan dengan seluruh penduduk Bird Island. Apa benar demikian?
Rupanya niat buruk dari Leonard seketika diketahui oleh Red. Bersama dengan Chuck dan Bomb, ia mengingatkan kesemua penduduk untuk waspada akan rencana jahat Leonard. Sayang, ia gagal dipercayai karena sikap temperamennya. Hingga kemudian sadarlah penduduk Bird Island jika mereka selama ini telah ditipu oleh Leonard. Dengan menjadikan Red sebagai pemimpin, penduduk Bird Island menyiapkan serangan balasan kepada Leonard dan pasukannya.
Melihat potensinya, “Angry Birds” harusnya bisa di atas dari semua film yang berdasar pada game. Apalagi tahun ini ada “Warcraft” (belum menontonnya) yang juga berasal dari game, harusnya bisa lebih. Tapi apa yang terjadi, “The Angry Birds Movie” arahan Clay Kaytis dan Fergal Reilly ini masih bermain dengan aman. Belum ada gebrakan yang membuatnya spesial. Medioker.
Naskah dari John Vitti juga belum memfasilitasi karakter-karakter menggemaskan ini dengan lelucon yang lucu pula. Sepanjang film, belum ada yang berhasil membuat saya tertawa terpingkal-pingkal. Hanya sebatas senyum tipis belaka. Itu pun juga lelucon slaptik yang sudah jamak saya lihat di film-film animasi. Hampir di semuanya.
Memang lemah di act awal dan tengah, untungnya third act-nya menjanjikan keseruan yang tidak terbatas. Seperti halnya di dalam game, saya diajak untuk bersenang-senang dengan menghancurkan koloni para babi hijau. Cukup menyenangkan, sebab beberapa karakter lain juga sempat dieksplorasi kemampuannya.