“Captain America : Civil War” adalah paket lengkap yang sukses besar menghadirkan aksi amat sangat seru dalam dua setengah jam ke depan. Adegan aksinya jauh lebih seru dari film-film MCU sebelumnya, lebih menegangkan, lebih mengasyikkan, lebih menyegarkan mata, serta tidak lupa “gadgetbaru.” Singkatnya, “Civil War” adalah yang terbaik sejauh ini dari MCU.
Sebelumnya saya sangat mengagumi “Winter Soldier” (2014) yang dibumbui intrik konspirasi di dalamnya. Koreografi pertarungan tangan kosongnya juga begitu menghibur. Anthony dan Joe Russo tahu benar bagaimana memuaskan penonton baik dari pecinta mau pun non-pecinta komik. Kini dengan hadirnya “Civil War,” duo Russo ini telah berhasil memberikan fan servicekhususnya untuk pecinta Captain America.
Dari keseluruh superhero dalam MCU, Captain America memang jagoan favorit saya. Dibandingkan dengan Iron Man yang mungkin banyak disuka karena desain kostum dan gadget, Captain Amerika lebih keren dengan ‘kesederhanannya.’ Yang saya maksudkan adalah porsi adegan aksi tanpa banyak melibatkan CGI. Inilah superhero yang memang layak disebut ‘beraksi.’
“Civil War” dimulai ketika Avengers tengah mengintai Crossbones a.k.a. Brock Rumlow (Frank Grillo) di Lagos. Diketahui sebelumnya jika Crossbones telah mencuri senjata kimia dari sebuah laboratorium di sana. Pertarungan seru antara Avengers yang dianggotai Steve Rogers a.k.a. Captain America (Chris Evans), Natasha Romanoff a.k.a. Black Widow (Scarlet Johansson), Wanda Maximoff a.k.a. Scarlet Witch (Elizabeth Olsen), dan Sam Wilson a.k.a. Falcon (Anthony Mackie) dengan Crossbones tidak terelakkan lagi.
Dalam upaya menghentikan Crossbones yang akan menghabisi Captain America, Scarlet Witch justru malah mencelakai banyak penduduk Wakanda di sana. Akibat hal tersebut, Avengers justru malah menjadi sosok yang dipertanyakan keterlibatannya sebagai pembela keadilan. Benarkah mereka kumpulan penyelamat atau malah ancaman untuk warga sipil?
Avengers yang dilihat sebagai organisasi yang bergerak sendiri, membuat pemerintah ingin membina mereka. Maka kemudian dikeluarkannya Perjanjian Sokovia untuk ditanda tangani semua anggota. Rupanya, tidak semua anggota setuju dengan keputusan tersebut. Tim Iron Man yang dipimpin Tony Stark a.k.a. Iron Man (Robert Downey Jr.) ingin bergabung dengan pemerintah, justru berdiri berseberangan dengan Steve Rogers.
Perseteruan di tubuh Avengers menciptakan sedikit perpecahan antar dua kubu, Iron Man dan Captain America. Puncaknya ada di Wina ketika bom yang ditengarai dari Bucky Barnes a.k.a. Winter Soldier (Sebastian Stan), telah membunuh Raja Wakanda. Puteranya, T’Challa (Chadwick Boseman) yang kemudian dikenal dengan Black Panther, bersumpah untuk membalas dendam.
Kini pemerintah dengan bantuan tim Iron Man berusaha keras untuk menangkap Winter Soldier. Selain Black Widow, di sampingnya berdiri pula James Rhodes a.k.a. War Machine (Con Cheadle), Vision (Paul Bettany), serta Peter Parker a.k.a. Spider-Man (Tom Holland) yang amat ditunggu-tunggu kemunculannya. Black Panther pun kemudian bergabung di sisi Iron Man.
Steve Rogers yang masih merasakan kehadiran Bucky Barnes yang dulu ia kenal, berusaha keras untuk melindunginya dari kejaran pemerintah dan tim Iron Man. Selain Scarlet Witch dan Falcon, di kubu Captain America hadir pula Clint Barton a.k.a. Hawkeye (Jeremy Renner) dan Scott Lang a.k.a. Ant-Man (Paul Rudd).
Naskah tulisan Christopher Markus dan Stephen McFeely terbangun dengan solid dalam mengarahkan banyak karakter. Meski karakter yang harus ditampilkan ada banyak, tapi kemunculannya bisa dimanfaatkan dengan baik dan tidak ada yang berakhir sia-sia. Khususnya untuk karakter yang memiliki porsi kecil seperti Ant-Man atau Hawkeye, kehadirannya tidak sekedar numpang lewat saja. Akan tetapi memberikan kontribusi yang besar untuk cerita. Pengenalan awal Black Panther dan Spider-Man juga dikemas rapi dan meninggalkan kesan yang melekat kuat. Apalagi untuk Bibi May; ia selalu tampil lebih muda di tiap inkarnasi (saya tertawa).
Selain kehadiran pembuka bagi Chadwick Boseman dan Tom Holland di universe ini, jangan lupa pula Daniel Brühl (“Inglourious Basterds” 2009 & “Rush” 2013—sayangnya ia belum bertemu Chris Hemsworth di sini). Ia berperan sebagai Helmut Zemo, kolonel yang berasal dari Sovokia. Walau karakternya berbeda jauh dengan di versi komik (cukup mengejutkan saya), kemunculannya tidak bisa dianggap remeh. Ia villainyang tidak dapat diprediksi pergerakannya, tapi sangat mematikan efeknya.
Baik untuk penyajian adegan aksi hingga intriknya, “Civil War” mendekati kesempurnaan untuk film superhero. “Civil War” benar-benar membekas di pikiran saya sebagai blockbuster yang sangat menghibur. Bravo untuk duo Russo.